Zakat Is Problem Solver Bukan Problem Maker

Diskusi bersama ketua Basnaz Kota Semarang
(Foto istimewa)

Bankom Semarang News, SEMARANG – Zakat Dan Pemberdayaan Masyarakat
(Zakat is Problem Solver bukan Problem Maker), Filosofis Zakat dan tujuan zakat
Al-Qur’an telah membuat ibarat tentang tujuan zakat dihubungkan dengan orang-orang kaya yang diambil daripadanya zakat, yaituΒ  simpulkan pada dua kalimat yang terdiri dari beberapa huruf, akan tetapi keduanya mengandung aspek yang banyak dari rahasia-rahasia zakat dan tujuan-tujuan yang agung.

Dua kalimat tersebut  dalah tathhir (membersihkan) dan tazkiyah (mensucikan), yang  keduanya terdapat firman Allah dalam Al-Qur’an. Keduanya meliputi segala bentuk pembersihan dan pensucian, baik material maupun spiritual, bagi pribadi orang kaya dan jiwanya atau bagi harta dan kekayaannya.

Zakat mempunyai aspek filosofis, yaitu zakat mensucikan jiwa dan sifat kikir, cara mendidik berinfak dan  memberi, berakhlak dengan akhlak Allah, zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah, zakat mengobati hati dari cinta dunia, zakat mengembangkan kekayaan bathin, zakat menarik rasa simpati atau cinta, zakat mensucikan harta, zakat tidak mensucikan harta yang haram, dan zakat mengembangkan harta.

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat. (Al-Baqarah [2]: 265).

Tujuan zakat dalam konteks ibadah adalah terciptanya kepatuhan dan ketundukan seorang hamba terhadap Rabbnya untuk menunaikan perintahNya, yang bermanfaat bagi muzakki untuk mensucikan hati-hati manusia dari sifat-sifat tercela, terutama sifat bakhil, kikir, dan rakus terhadap harta, serta hubbu al-dunya yang berlebihan, mensucikan harta manusia dari hal-hal yang bersifat syubhat atas perolehan harta tersebut, dan menghindarkan dari hal yang haram, dan memberikan ketenangan dan ketentraman hati dan pikiran para muzakki atas harta yang mereka miliki. 

Dalam konteks sosial ekonomi/ zakat bertujuan untuk meningkatkan tarap hidup dan kesejahteraan masyarakat, melaui pemerataan distribusi pendapatan yang diperoleh oleh orang kaya, untuk disalurkan kepada orang miskin melalui zakat, infak dan sedekah, dan pemberdayaan atas zakat, sebagai pendorong investasi secara langsung dan tidak langsung bagi suatu negara. Kedua, sasaran zakat ditujukan kepada delapan asnaf yang terdiri dari, fakir dan  miskin, amil, muallaf, memerdekakan budak (riqab), orang yang berutang (gharim), orang yang berjuang di jalan Allah (fisabilillah), dan ibnu sabil.

Manajemen Zakat
Berdasarkan kebijakan Kementerian Agama (Kemenag) bahwa ada sebanyak 91 Lembaga Amil Zakat (LAZ) pada skala nasional hingga skala kabupaten/kota yang resmi mendapatkan izin dari pemerintah, mekanisme untuk mengurus perizinan Lembaga Amil Zakat diantaranya harus memenuhi persyaratan sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, sosial, dan berbadan hukum. LAZ juga disyaratkan harus mendapat rekomendasi dari Baznas, memiliki pengawas syariat, kemampuan teknis, administrasi, dan keuangan untuk menjalankan kegiatan. LAZ yang mengajukan izin juga harus bersifat nirlaba, memiliki program pendayagunaan zakat untuk kesejahteraan umat dan wajib bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala. Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 333 Tahun 2015 mengatur bahwa perizinan LAZ dibagi menjadi LAZ berskala Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

LAZ skala Nasional, syarat utamanya harus mendapatkan izin dari Menteri Agama setelah mendapat rekomendasi dari Baznas. Lalu, mereka mampu menghimpun dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) sebesar Rp50 miliar rupiah per tahun. Sementara LAZ skala Provinsi harus mendapatkan izin dari Dirjen Bimas Islam Kemenag dan mampu menghimpun dana ZIS sebesar Rp20 miliar rupiah per tahun. Sementara itu, perizinan LAZ berskala Kabupaten/Kota mendapatkan izin dari Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag, dan mampu menghimpun dana ZIS Rp. 3 miliar Rupiah per tahun. Pendirian dan pembentukan LAZ tidak asal-asalan akan tetapi harus mengedepankan aturan aturan yang berlaku .

Dari penguatan regulasi tersebut menjadikan Lembaga Amil Zakat bisa memberikan kontribusi yang sangat sistematis dalam pengentasan kemiskinan . Maka lembaga Amil Zakat harus memiliki program yang terinci,terukur dan tepat sasaran, dengan semangat Menghimpun dana zakat sebanyak banyaknya dan memanfaatkan dana zakat seluas-luasnya, tanpa melihat latar belakang ormas, organinasi, komunitas ,kelompok akan tetapi sasaran 8 asnaf harus terakomodir.

Rakernas Baznas RI merekomendasikan dan mengamanatkan bahwa perlunya  penguatan kelembagaan Zakat di setiap tingkatan, mendorong hadirnya jaringan pendukung gerakan zakat nasional dari berbagai elemen organisasi masyarakat, memperkuat pengumpukan zakat dari muzzaki aparatur negara, mendorong pembentukan Unit Pengumpul Zakat ( UPZ) di setiap kantor Urusan Agama, target pengumpulan nasional adalah 33 Trilliun rupiah yang disertai dengan target penyaluran nasional dan program penyaluran perioritas nasional di tahun 2023.

Hal ini akan terwujud jika para amil dan pengelola zakat memiliki kredebilitas tinggi dan loyalitas serta tanggungjawab dalam mengemban amanah suci ini.

Di Kota Semarang BAZNAS mampu merangkul semua pihak dan utamanya mampu bersinergi dengan Kepala Daerah beserta OPD nya sehingga memiliki potensi besar untuk bisa memenuhi target yang diharapkan. sosialisasi dan pendekatan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan hal yang mesti dilakukan ; seperti  pengajian bulanan di setiap OPD lalu disitu ada sosialisasi secara masif.

Penulis :
H. KRAT.AM.JUMA’I,SE.MM
SATUAN AUDIT INTERNAL ( SAI) BAZNAS KOTA SEMARANG
DOSEN FE UNIMUS