Bankom Semarang News, SEMARANG – Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi hadir secara daring sebagai dosen tamu pada sebuah kuliah umum yang digelar oleh Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Minggu (15/5). Dirinya sebagai Doktor Ilmu Sosial Universitas Diponeogoro diminta untuk mengajar terkait mata kuliah dinamika kelompok dan kepemimpinan, yang mana kemudian dirinya mengangkat tema “Bergerak Bersama, Tumbuh Bersama”.
Dia menjelaskan bahwa secara teori, yang dilakukannya di Kota Semarang adalah menggeser implementasi konsep ekonomi, dimana semula Trickle Down Economy (ekonomi menetes ke bawah) menjadi Equal Economy (ekonomi kesetaraan). “Di Amerika sendiri konsep Trickle Down oleh Presiden Joe Bidden dikatakan tidak pernah berhasil. Maka pola pikir pembangunan ekonomi kita harus digeser. Harus sejalan dengan semangat Bapak Presiden Jokowi untuk menjadikan ekonomi kerakyatan sebagai pilar bangsa,” tekannya.
Adapun Hendi menjelaskan bahwa jika mengadopsi konsep Trickle Down, makan ekonomi hanya dikuasai oleh pihak – pihak tertentu saja. “Mengapa begitu? Karena secara konsep memang alur umumnya bertumpu pada pemodal besar, untuk kemudian diharapkan pemodal besar itu membuka lapangan kerja sebanyak – banyaknya. Tapi faktanya, konsep itu menurut saya justru melebarkan kesenjangan,” jelas Hendi.
Untuk itu Wali Kota Semarang tersebut menegaskan bahwa konsepsi ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada kesetaraan ekonomi harus menjadi fokus saat ini. Pasalnya, selain memicu kesenjangan, ekonomi yang bertumpu pada pemodal besar akan sangat rentan jika terhantam krisis. Dirinya sendiri menjadikan krisis ekonomi tahun 1998 sebagai salah satu contoh, dimana saat itu pemulihan ekonomi cukup lama dicapai.
“Di Kota Semarang sekarang saat terhantam covid-19 pada tahun 2020 laju pertumbuhan ekonominya minus -1,85%, tapi kemudian di tahun 2021 bisa cepat bangkit positif di angka 5,16%,” pungkas Hendi. “Pemulihan ekonomi yang cepat tersebut karena ekonomi Kota Semarang sekarang tidak ditumpukan pada usaha besar saja, tapi juga usaha menengah, kecil, bahkan mikro,” beber Wali Kota Semarang tersebut.
Secara umum Hendi pun menunjukan sejumlah statistik yang menjadi hasil dari implementasi konsep pembangunan ekonomi yang setara di Kota Semarang. Salah satunya terkait indeks keparahan kemiskinan yang sebelum tahun 2010 cukup besar hingga menyentuh 0,39. Indikator itu sendiri kemudian berhasil ditekan saat ini hingga ke angka 0,12. “Bahkan pada saat covid-19 di tahun 2020 dan 2021 angkanya hanya naik sedikit menjadi 0,16 dan 01,4,” paparnya.
Tak hanya itu, terkait laju pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang sendiri sebelum tahun 2010 menurut data BPS mengalami stagnansi di angka 5%. Berbeda pada saat sekarang, laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang dapat didorong hingga di angka 6%, bahkan sempat hampir menyetuh 7% di 2019 dengan catatan 6,81%. “Angka kemiskinan juga sama, dari yang tadinya di 2008 sampai 6%, kemudian bisa ditekan sampai Kota Semarang pernah mencapai 3,98% di 2019,” pungkasnya.(Oman)