Bankom Semarang News, , SEMARANG – Putra, sebut saja demikian, bayi yang lahir 3 Agustus 2020 lalu mengalami gizi buruk. Putra adalah warga Perbalan Purwosari IV RT 03 RW 02, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah
Sang Ibu, Putri tidak bisa membawa buah hatinya itu lantaran tidak memiliki kartu keluarga dan persoalan ekonomi keluarga yang tidak bisa dipenuhi dari suaminya yang bekerja sebagai supir trailer. “Ibunya mengaku tidak bisa mengobatkan Putra karena menikah siri, jadi tidak ada bukti identitas anak,” kata Flora Indriyani saat dikonfirmasi Senin (14/6/2021).
Flora adalah anggota Tim Penjangkauan Dinsos (TPD) Kota Semarang yang bertugas menangani kasus tersebut bersama Rudi Widodo. Ia mengaku prihatin terhadap kondisi bocah 10 tersebut. “Kondisi fisiknya lemah, berat badan cm 5,9 kg, kurus, kalau makan atau minum sering keluar dari hidung, dan kalau menangis tidak keluar suaranya,” ungkapnya.
Meski begitu, ironisnya si ibu bayi menganggap putranya baik-baik saja. Dirinya merasa tidak ada masalah dengan kesehatan bayinya. Sebab, lanjutnya, Putri sebagai ibu rumah tangga memiliki latar belakang pendidikan SMK Farmasi. “Anaknya sakit sejak usia 2 bulan, karena tidak mempunyai identitas dan masalah ekonomi maka ibunya mengobati sendiri dari ilmu yang dia dapat dari sekolah farmasi,” urainya.
Mirisnya lagi, ibu yang melahirkan Putra justru tidak mau menerima masukan dari pihak lain untuk dirawat di rumah sakit. “Saya belum tahu persis sakitnya, karena belum pernah di bawa ke layanan medis, yang jelas ada cairan di parunya karena ibunya beli alat uap sendiri,” akunya.
Bahkan, Putri mengaku akan mencari tahu orang di sekitar kontrakannya yang melaporkan kondisi Putra ke Dinas Sosial Kota Semarang. “Dia menganggap anaknya tidak bermasalah, dan dia mau mencari tetangga yang lapor ke Dinsos,” ujarnya.
Untuk diketahui, nasib bayi 10 bulan tersebut terbongkar akibat adanya laporan dari Kesos Kelurahan Purwosari Kecamatan Semarang Utara. Dalam laporannya menyatakan adanya anak telantar yang mengalami gizi buruk sejak usia 2 bulan. Bayi usia 10 bulan hanya memiliki berat badan 5,4 kg dan belum pernah dibawa berobat oleh ibunya.
“Kami sudah koordinasikan dengan Dinsos untuk membawa anak itu ke RSUD KRMT Wongsonego supaya mendapatkan perawatan,” jelasnya.
Saat bertemu keluarga bayi tersebut, Flora mengaku ada respons tidak baik dari ibu bayi tersebut. Akan tetapi karena kegiatan tersebut melibatkan aparat pemerintah, maka aksi kemanusiaan tersebyt dapat berjalan mulus. “Sebenarnya tidak mau, dengan alasan tidak tega kalau melihat anaknya di RS nanti ditusuk jarum tangannya. Karena ada pak Babinsa dia jadi takut dan mau. Maka kami rujuk dengan administrasi berupa rekomendasi dari Dinsos Kota Semarang,” bebernya.
Namun karena RS Wongsonegoro sedang penuh karena banyaknya penderita Covid-19 yang masuk, sambungnya, maka bayi yang sedianya mau dirawat inap harus menjalani rawat jalan.
Selain itu, pihak TPD juga berusaha membujuk orangtua anak untuk segera menikah resmi di KUA agar mempunyai Kartu Keluarga untuk mengurus UHC BPJS Kota Semarang demi anaknya.
Sementara, Kabid Rehabsos Tri Waluyo mengatakan, pihaknya akan terus mengupayakan kesejahteraan warga Kota Semarang. “Kami, Dinsos Kota Semarang berusaha membantu, memenuhi kebutuhan warga sesuai dengan kapasitas dan amanat pemerintah,” ucapnya.
Ia pun menyayangkan tindakan ibu bayi yang menolak bantuan pemerintah. Ia pun berharap masyarakat dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut. “Sudah jelas kondisinya demikian, dan kami bisa membantu memberi pelayanan medis yang lebih memadai di rumah sakit. Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua,” tuturnya. (arh)